Rabu, 18 Juli 2012

Pengertian Hidayah





Orang sering berkata ketika ditanya,”kenapa tidak ngaji?”, “nunggu hidayah” jawabnya, atau ketika ditanya tentang “kenapa belum haji? Padahal kalau secara kemampuan materi sudah cukup, bahkan berlebih, kembali kita menemukan jawaban yang sama “saya belum dapat hidayah”.
Apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan hidayah? Ustadz Aam Amirudin menjawab tentang hal ini didalam acara di salah satu stasiun televisi. Menurut pemaparan ustadz, hidayah itu terbagi menjadi beberapa pengertian yaitu:

1. Hidayah Insting
Untuk bisa memahami Hidayah Insting, kita akan ambil contoh seorang bayi. Ketika bayi itu lapar maka secara otomatis bayi tersebut menangis, padahal belum ada orang yang mengajarkan atau tanpa kita ajarkan pun, maka bayi akan tetap menangis ketika lapar, bahkan menurut penelitian terbaru ketika seorang bayi diletakkan di dada ibunya maka secara otomatis bayi tersebut akan mencari asi.
2. Hidayah Panca Indera
Hidayah Panca Indera adalah sarana yang Allah swt telah berikan kepada kita berupa panca indera, baik penglihatan, penciuman maupun yang lainnya
3. Hidayah Akal
Hidayah panca indera, adalah hidayah yang diberikan oleh Allah swt kepada seluruh makhluknya, bahkan kalau dibandingkan panca indera hewan ada yang lebih dari panca indera manusia, seperti penglihatan elang lebih tajam dibanding penglihatan kita sebagai manusia.
Ada hal yang menjadi berbeda antara kita dengan makhluk Allah yang lainnya, yaitu akal. Akal inilah yang merupakan salah satu dari hidayah yang Allah swt telah berikan kepada kita
4. Hidayah Agama
Ketiga hidayah diatas merupakan hidayah yang sudah Allah berikan kepada kita, tetapi ketika hidayah tersebut belumlah cukup, karena ketiga hidayah diatas memiliki keterbatasan. Hidayah agama inilah yang kemudian akan menuntun manusia ketika manusia diambang keterbatasan, sebagaimana microskop yang bisa membantu manusi melihat sesuai yang teramat kecil untuk dilihat oleh kasat mata. Hidayah agama terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Hidayah Dilalah (Hidayah mempelajari agama/teori)
Hidayah ilmu pengetahuan yang bisa kita pelajari, seperti belajar tentang sholat, dan pelajaran lainnya yang bersikap keilmuan. Ketika seseorang memiliki ketertarikan dalam mempelajari ilmu agama, maka secara tidak langsung orang tersebut telah mendapat hidayah, tetapi bukan berarti ini bersifat pemberian, karena setiap kita pasti bisa untuk membaca atau mencari ilmu.
b. Hidayah Taufiq (Hidayah menjalankan perintah agama)
Hidayah dilalah bagi kita belumlah cukup, karena ilmu yang tidak diamalkan maka tidak akan memiliki nilai disisi Allah swt. Kita memerlukan hidayah taufiq, adalah hidayah yang kemudian mendorong seseorang untuk mau beramal sesuai dengan pemahaman ilmu yang telah dipelajari, untuk bisa mendapatkan hidayah taufiq pun kita tidak boleh pasif, tetapi kita harus aktif membiasakan beramal, karena ketika seseorang sudah mulai beramal, maka akan muncul sebuah perasaan merasa kehilangan ketika tidak mengerjakan atau merasakan ketentraman dan kenyaman atas amalan ibadah yang dilakukannya.
Itulah sekilas tentang pengertian hidayah, semoga dengan kita memahami pengertian hidayah, kita bisa menyikapi hidayah tersebut dengan baik. Kesimpulannya adalah bahwa hidayah itu bukan sesuatu yang diberikan begitu saja tetapi sesuatu yang perlu kita usahakan, dan sarana-sarana untuk mendapatkan hidayah sudah Allah swt sediakan buat kita, yang menjadi pertanyaan adalah “Akankah kita menyambut hidayah Allah?”

Selasa, 17 Juli 2012

Al-Haya, Al-Amanah & Ash-Shiddiq

Bila seseorang telah beragama dan mengenal Tuhannya, maka akan timbul beberapa sifat dan sikap hidup dalam dirinya yaitu;

Pertama; Al-haya, ialah sifat malu melakukan perbuatan kotor dan jahat. Sebelum ia melakukan sesuatu perbuatan yang meragukan hatinya, maka dengan pertimbangan rasa malunya ia akan memutuskan. Bila akan menimbulkan celaan dan buah bibir orang, tidak ia lakukan karena malu yang beralasan. Karenanya Rasulullah SAW menyatakan bahwa “Malu merupakan bagian dari iman.”

Kedua; Al-Amanah, yaitu terpercaya bila diserahi tugas atau jabatan tertentu. Bila manusia diserahi “tugas” oleh Sang Pencipta untuk beribadah dan melaksanakan setiap perbuatannya maka dengan penuh amanat dan rasa tanggung jawab ia akan berusaha melaksanakannya. Demikian juga dengan tugas yang dibebankan oleh sesamanya. Sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

Ketiga, Ash-Shiddiq, yaitu berlaku jujur dan benar, inilah modal seseorang bila ingin mendapat penghargaan sesamanya. Bila sudah terjerumus pada dusta dan bohong maka kepercayaanpun akan sirna dan jadilah ia ma-nusia yang terhina, bahkan Solon -seorang ahli politik Yunani memberlakukan hukuman bunuh kepada rakyatnya yang berdusta sekecil apapun.

(Tasawuf Modern, Hamka, 1983:75)

Hakikat Ramadhan







Hakikat Ramadhan

Sudah berapa kali kita berjumpa Ramadhan? Bagaimana kita memaknai Ramadhan selama ini? Apakah kita biasa melaluinya begitu saja? Ataukah kita menjalaninya dengan biasa-biasa saja? Ataukah kita benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkannya untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik lagi?
Jika kita ingin benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkan Ramadhan, tidak bisa tidak kita harus memahami hakikat Ramadhan. Berikut ini beberapa makna dan hakikatnya.
Bulan Ramadhan adalah Bulan Bercermin Diri (Syahrul Muhasabah)
Seberapa bersemangat dan seberapa mampu kita memanfaatkan Ramadhan pada setiap menit dan detiknya, merupakan indikasi ketaqwaan kita kepada Allah. Dari sini kita bisa menilai diri kita, apakah kita termasuk hamba Allah yang dzalimun linafsihi (masih suka menganiaya diri sendiri), atau yang muqtashid (yang pas-pasan saja), ataukah yang sabiqun bil khairat (yang bergegas dalam melaksanakan berbagai kebaikan).
Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat tepat bagi kita untuk bercermin diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa selama bulan Ramadhan syetan-syetan dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan telah dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan kemaksiatan maka seperti itulah diri kita yang sebenarnya.
Bulan Ramadhan adalah Bulan Limpahan Rahmat (Syahrur Rahmah)
Rasulullah bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa di bulan ini … Barangsiapa tidak mendapat bagian kebaikannya, maka sungguh berarti ia telah dijauhkan dari rahmat Allah.”
Pada bulan Ramadhan, Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya melebihi pada bulan-bulan lainnya. Pada bulan ini, Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan, memberikan semangat ketaatan kepada hamba-hamba-Nya, dan bahkan memberikan bonus satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu Lailatul Qadr. Karena itu, rugilah kita jika selama bulan ini kita tidak memanfaatkan limpahan rahmat Allah yang sedemikian besar.
Bulan Ramadhan adalah Bulan Taubat (Syahrut Taubah)
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Beliau juga bersabda, “Barangsiapa berdiri (menegakkan shalat malam, shalat tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yeng telah lalu akan diampuni.” Beliau bahkan berkata, “Barangsiapa berpuasa lalu tidak berkata-kata buruk dan tidak mengumpat maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” Jadi, apa lagi yang kita tunggu. Mari kita banyak-banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah, agar Ramadhan ini dapat menjadi penghapus dosa-dosa kita.
Bulan Ramadhan adalah Bulan Puasa (Syahrush Shiyam)
Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan meninggalkan makan, minum dan hubungan suami isteri pada siang hari. Lebih dari itu, puasa yang sejati adalah puasa yang bersifat total, yakni mempuasakan seluruh anggota tubuh kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan anggota-anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan dari berbagai bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali Allah tidak butuh dengan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum saja.”
Bulan Ramadhan adalah Bulan Al-Qur’an (Syahrul Qur’an)
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Pada setiap bulan ini, Rasulullah selalu melakukan tadarrus Al-Qur’an bersama malaikat Jibril. Beliau ingin memberikan teladan kepada kita semua agar kita berinteraksi seakrab mungkin dengan Al-Qur’an selama bulan Ramadhan. Interaksi ini meliputi banyak hal: membacanya, memahami maknanya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Akan lebih baik lagi jika kita juga berusaha untuk menghafalnya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Bulan Ramadhan adalah Bulan Infaq dan Sedekah (Syahrul Infaq wash Shadaqah)
Ramadhan bukan hanya kesempatan untuk beribadah secara vertikal saja. Ia juga kesempatan emas untuk beribadah secara horisontal, melakukan berbagai kebaikan kepada sesama. Di bulan ini kita sangat dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah. Kita telah merasakan bagaimana rasanya kelaparan dan kehausan. Sudah semestinya kita kemudian mampu berempati kepada mereka yang selama ini biasa kelaparan dan kehausan, dengan cara berinfaq dan bersedekah kepada mereka. Demikianlah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Sebuah riwayat menyatakan bahwa kedermawanan beliau di bulan Ramadhan sampai menyerupai angin yang bertiup.
Demikianlah beberapa makna dan hakikat Ramadhan. Jika kita telah memahaminya maka selanjutnya kita harus bergegas untuk mengimplementasikannya dalam hari-hari Ramadhan kita. Harapan kita, keluar dari Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa, la’allakum tattaqun.

Senin, 16 Juli 2012

Sang Tamu Agung


Ramadhan : Sang Tamu Agung    
Oleh : (Dr. Yusuf al-Qaradhawi)

Kedatangan seorang tamu bagi seseorang, apalagi tamu yang membawa segala yang diharapkan pastilah orang itu akan merasa riang dan gembira. Kenapa? Setidaknya, sang tamu dapat memenuhi harapan kita sebagai tuan rumah. Bagi orang yang sudah memiliki keluarga dan anak-anak, kehadiran tamu merupakan hal yang sangat menyenangkan, apalagi sang tamu sudah lama dinanti dan diidam-idamkan dalam waktu yang begitu lama. Belum lagi bila sang tamu tergolong the have. Bukan tidak mustahil sang tamu dapat membantu meringankan beban materil tuan rumah. Begitu pula kiranya -hemat penulis-dengan bulan Ramadhan. Bulan yang mulia, penuh berkah, bertabur pahala dan lipatan ganjaran kebaikan merupakan Sang Tamu Agung yang harus kita sambut dengan senang dan gembira.

Ramadhan adalah tamu yang banyak membawa keberkahan, nikmat, curahan pahala dan berbagai kebaikan. Sangat naïf sekali jika seorang Muslim tidak sadar akan kehadiran Sang Tamu Agung ini. Apalagi kalau sampai lalai dan baru sadar ketika sang tamu sudah akan pergi meninggalkan sang tuan rumah. Bukankah nabi saw. mengatakan bahwa jika seorang tamu datang berkunjung, ia membawa seribu berkah?

Ramadhan : Tamu yang penuh berkah

Allâh telah mewajibkan ibadah puasa kepada kita pada bulan Ramadhan. Tidak mungkin Allâh mewajibkannya pada bulan tersebut, kecuali mengandung rahasia-rahasia yang luar biasa, hikmah yang tinggi, ada yang sudah kita ketahui dan ada yang belum kita ketahui yang sebagian dari hikmah dan rahasia tersebut telah diketahui oleh para ilmuwan sejalan dengan kemajuan zaman (Dr. Yusuf al-Qaradhawi, 1995: 288).

Ada sebagian orang yang merasa berat menjalankan perintah ibadah puasa. Padahal, sesungguhnya, perintah ibadah puasa -yang dari dimensi lahiriah adalah latihan dari menahan diri dari makan, minum dan berhubungan biologis-sama sekali bukanlah sebuah paksaan yang bertujuan untuk menyakiti atau menyengsarakan manusia. Di balik perintah puasa itu justru ada sebuah target, yakni proses penyehatan secara ruhaniah. Dan yang demikian itu sangat penting bagi kelangsungan manusia itu sendiri (Dr. Nurcholish Madjid, 2001: 58).

Diantara hikmah dari perintah menahan lapar, dahaga adalah untuk membersihkan (mensucikan) lambung dan mengolah (melatih) diri (al-nafs). Pembersihan lambung berdasrkan pada sebuah hadîts nabi saw.; Perut yang terlalu penuh dengan makanan adalah sumber penyakit, dan menolak makanan (puasa) adalah awal dari proses pengobatan. Jadi, puasa Ramadhân dapat membersihkan lambung dari sisa-sisa makanan yang dimasukkan ke dalamnya selama setahun.

Hujjatul Islam, Imam al-Gazhali berkata bahwa sesuatu yang paling berbahaya bagi anak Adam adalah syahwat perut. Karena syawat tersebut Adam dan Hawa' dikeluarkan dari sorga ke dalam alam yang penuh kehinaan dan kefakiran (dunia). Dan ternyata, perut merupakan gudang segala bentuk syahwat dan tempat bersemayamnya penyakit dan keburukan (bencana) (Muhammad 'Athiyah al-Abrasy, 2002: 102-103).

Menurut al-Qaradhawi juga, ternyata jenis penyakit memang banyak datang dari perut manusia yang mereka penuhi dengan berbagai jenis makanan apa saja yang mereka senangi yang tidak pernah mereka beda-bedakan; apakah makanan tersebut baik atau tidak, halal atau haram; Tidak ada satu tempat pun yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih jelek dari perutnya....(HR. Al-Tirmidzi, dihasankan oleh Ibnu Mâjah dan Ibnu Hibban di dalam Shahihnya) [al-Qaradhâwi, Op.Cit., 290].

Oleh karenanya Nabi saw. menganjurkan umatnya agar memanage perutnya sedemikian rupa, agar tidak dipenuhi oleh makanan dan minuman saja. Namun, perutnya harus dibagi menjadi tiga segmen; satu bagian untuk makanan, satu bagian untuk minuman dan satu bagian lagi untuk dirinya (bekerja, bernafas, berkativitas dan beribadah kepada Allah Swt.).

Sebuah majalah menyebutkan bahwa tiga ratus orang telah terhindar dari penyakit diabetes alias kencing manis karena menjalani proses pengobatan dengan berpuasa. Maka, benarlah apa yang telah diproklamirkan oleh Rasulullâh saw. bahwa berpuasa dapat menyehatkan badan (Shumu Tashihhu; Puasalah niscaya kamu akan sehat (HR. al-Thabrani, Sanad para perawinya adalah tsiqat sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab "al-Targhib, karya al-Mundzirî)) [al-Qaradhawi, Ibid., 290].

Di samping itu, puasa juga merupakan sarana untuk memperindah dan menghidupkan hati alias qolbu kita. Karena hati, kata Rasulullah laksana tanaman, akan mati jika terlalu banyak disiram air. Maka jangan kalian hilangkan cahaya hati kalian dengan banyak makan, ujar beliau. Makanya, paramedic kontemporer mengobati penyakit lepra dengan menganjurkan berpuasa kepada pasien sebelum proses operasi dilaksanakan. Ternyata puasa itu merupakan olah-raga spiritual (spiritual sport) yang sangat efektif dan mudah untuk dikerjakan.

Selain dari segi medis, puasa sendiri mengandung banyak keutamaan-keutamaan (al-Fadha'il) yang Allah berikan dan tawarkan bagi siapa yang ingin meraihnya, diantaranya; Tadarrus al-Qur'an, Shalat Tarawih, Sedekah, I'tikaf dan sebagainya. Dan yang paling menggiurkan bahwa Ramadhan memiliki satu malam yang dirahasiakan oleh Allah kehadirannya, yaitu malam Lailatu-l-Qadr; malam seribu bulan.

Adalah hikmah Allah dalam setiap hitungan waktu memiliki nilai dan keistimewaan tersendiri. Dalam satu hari, ada jam istimewa yang diberikan oleh Allah, yaitu jam seperti tiga malam terakhir bagi siapa yang ingin mengerjakan shalat malam. Dalam satu minggu Allah memberikan satu hari istimewa, yaitu hari Jum'at. Dalam satu tahun Allah memberikan satu bulan istimewa -bagi umat Islam, yaitu bulan Ramadhan. Dan di dalam bulan tersebut Allah merahasiakan satu malam yang disebut dengan Lailatu-l-Qadr. Secara Matematis, seribu bulan diperkirakan sekitar 83 tahun.

Subhanallah, bayangkan saudaraku, umur kita saja jarang mencapai angka itu, tapi Allah memberikan nilai pahala sekitar 83 tahun bagi siapa yang menemui atau memperoleh malam yang penuh berkah tersebut. Malam tersebut adalah malam interaksi Allah dengan bumi, turunnya al-Qur'an ke dalam hati nabi-Nya, (QS. 97: 1-5) (Abdur Rahim Thalbah Ahmad: 150).

Ternyata Allah menganjurkan pada malam tersebut dan waktu-waktu istimewa lainnya, agar kita bersungguh-sungguh dalam mencapainya. Dalam bulan ini juga, segala bentuk kebaikan dilipatgandakan dari tujuh puluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Pahala amalan yang sunnah dinilai oleh Allah dengan penilaian ibadah wajib. Allahu Akbar!

Puasa dan Takwa

Target akhir dari ibadah puasa adalah mencapai derajat takwa (QS. 2: 183). Takwa adalah kesejajaran "iman" dan "tali hubungan dengan Allah -dengan kata lain merupakan dimensi vertikal hidup yang benar (Dr. Nurcholish Madjid, Op. Cit., 7).

Ayat 183 dari surat al-Baqarah menjelaskan kepada kita bahwa "takwa kepada Allah" merupakan langkah preventive untuk menghadapi segala macam ketimpangan dan ketidakbenaran langkah manusia dalam lingkungan yang kita sendiri adalah bagian dari lingkuangan tersebut. Bertakwallah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, dan ikutilah kejahatan itu dengan kebaikan niscaya akan menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia (HR. Tirmidzi). Hadits tersebut menjelaskan lebih tegas bahwa takwa dan rasa takut kepada Allah merupakan the instrument of self control bagi setiap pribadi Muslim.

Ketika kita menjalankan puasa, di saat berwudhu sebenarnya kita bisa saja korupsi air wudhu; kita telan sedikit ketika kumur-kumur. Rasanya, orang yang berada di samping kita pun tidak akan tahu bahwa kita sedang "korupsi". Tapi kenapa tidak pernah kita lakukan? Karena kita merasa bahwa ada yang mengontrol kita; Allah yang Maha Tahu. Inilah sala satu value dari puasa tadi yang sangat urgen untuk dimiliki dan tidak kita dapatkan di dalam ritual ibadah lainnya. Karena ibadah puasa merupakan ibadah yang bersifat private; yang tidak dapat orang lain mengetahui dan menilainya. Puasa adalah urusan antara Allah dan si pelaku dan Allah sendiri yang bakal menilainya (HR. Ibnu Khuzaimah).

Sungguh Ramadhan merupakan tamu agung yang datang menemui kita umat Islâm. Tamu yang datang membawa limpahan pahala, penggandaan ganjaran, keutamaan-keutamaan ibadah dan sebagainya. Marilah kita sambut kehadirannya dengan hati yang bersih dan dada yang suci. Mudah-mudahan segala yang dibawanya kepada untuk kita benar-benar milik kita yang berguna dan memang kita butuhkan. Amîn!