DI sebuah desa terpencil, di tepi hutan di lembah yang hijau hiduplah
sekelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian bertani dan
berdagang. Ketika itu hari pasar sedang berlangsung di desa tersebut dan
ramai dikunjungi baik dari penduduk setempat maupun dari desa lainnya.
Diantara keramaian pasar ada tiga pemuda yang sedang menjajakan
dagangannya yaitu kayu bakar yang mereka bawa dari hutan. Mereka adalah
Umar, Abu, Abbas.
KEGIATAN sehari-hari mereka adalah mencari kayu bakar di hutan lalu
dijualnya ke pasar. Pekerjaan ini mereka lakukan tanpa pernah melirik
pada pekerjaan lain, barangkali kodrat Ilahi sudah menentukan demikian.
Ketiga pemuda sebaya itu sangat akrab satu sama lainnya, walaupun begitu
ketiganya mempunyai perangai berbeda.
Umar berperangai sabar, tekun dalam beribadah dan suka bekerja keras.
Setelah Sholat Shubuh di saat matahari belum terbit, ia sudah pergi
menjemput kedua temannya yang masih terlelap untuk mengajak pergi
mencari kayu bakar. Abu, kadang mengerjakan sholat Shubuh kadang tidak.
Abbas, adalah tipe pemalas yang susah bangun pagi. Kadang ia ditinggal
saja oleh kedua temannya, karena ia selalu beralasan,”Aku masih ngantuk
nih. Duluan saja, nanti aku akan menyusul.”
Umar memperlihatkan rasa kasih sayang kepada semua orang. Ia sangat
menyayangi saudara dan kedua orangtuanya. Ia juga menyayangi orang-orang
di sekililingnya. Ia akan segera membantu mereka yang perlu bantuannya.
Temannya, Abu, sikapnya biasa-biasa saja. Ia tidak terlalu antusias
dengan lingkungannya. Jika ia di ajak Umar untuk membantu masyarakat
yang meminta bantuan, barulah ia pergi membantu. Tapi Abbas, adalah
pemuda yang cuek. Ia merasa tidak harus banyak membantu orang lain,
karena menurutnya ia adalah orang miskin yang perlu bantuan orang lain
juga. Terhadap keluarganya pun ia tidak punya perhatian. Ia lebih
mengutamakan kepentingan dirinya sendiri.
Begitulah, ketiga sahabat itu memang beda, walaupun begitu tetap saja
mereka selalu bersama. Sampai suatu ketika mereka sepakat untuk pergi ke
hutan di sebelah barat dengan harapan bisa mendapatkan kayu-kayu bakar
yang lebih baik kualitasnya dan lebih banyak dari yang biasa mereka
dapatkan.
Seperti biasa setelah Sholat Shubuh, hari masih gelap, Umar menjemput
kedua temannya. Kemudian ketiganya berangkat menuju hutan sebelah barat.
Perjalanan kali ini cukup jauh, harus melewati sungai, lembah, dan
bukit-bukit terjal di pegunungan. Menjelang siang hari sampailah mereka
di suatu tempat yang banyak kayu bakarnya. Kemudian mereka mulai
mengumpulkan kayu bakar dan mengikatnya.
Ketika mereka sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu bakar tiba-tiba hujan
turun sangat deras disertai dengan petir yang bersahutan. Ketiganya
sangat bingung dan ketakutan, mereka lalu berlari mencari tempat
berteduh.
Umar melihat sebuah gua, kemudian ia berteriak kepada kedua temannya
untuk berteduh di sana. Mereka pun masuk ke dalam gua yang gelap gulita
itu. Di dalam gua, mereka tidak melihat apa-apa di sekelilingnya.
Seakan-akan mata mereka buta. Ketiganya pun berjalan perlahan. Tiba-tiba
mereka menginjak benda-benda halus licin seperti kerikil. Bersamaan
dengan itu mereka di kejutkan dengan sebuah suara yang menggema ke
seluruh ruangan gua. “Siapa yang mengambil akan menyesal. Siapa yang
tidak akan mengambil akan menyesal.”
Ketiganya mendengar suara itu berulang-ulang hingga lama-lama
menghilang. Kemudian Umar, Abu dan Abbas memutar otaknya untuk mencari
keuntungan dari suara gaib itu. “Apakah yang akan di ambil?” Ada apa di
dalam gua ini?” begitu pikir mereka. Tetapi mereka rasakan hanyalah
kerikil-kerikil kecil yang mereka injak.
Umar berkata dalam hatinya,”Kalau saya ambil, saya akan menyesal, kalau
tidak saya ambil, saya juga akan menyesal. Ah, lebih baik ambil saja
yang banyak.” Ia pun langsung memenuhi semua kantong baju dan celana
dengan kerikil-kerikil itu.
Abu pun berpikiran sama, tapi ia hanya mengambil kerikil-kerikil itu
segenggam. Sebaliknya, Abbas malah tidak mau mengambil barang
sedikitpun. “Kalau sama-sama menyesal lebih baik tidak aku ambil”
pikirnya.
Ketiganya pun membisu. Mereka masih ketakutan. Kemudian Umar mengajak
kedua temannya untuk keluar dari gua. Mereka pun berlari keluar. Tanpa
terasa mereka berlari terus, menjauh dari gua. Dengan napas
terengah-engah akhirnya mereka berhenti. Tidak terasa ternyata hujan
juga sudah reda. Ketiganya lalu ingin membuktikan apa sebetulnya yang
telah mereka ambil dari gua. Betapa terperanjatnya mereka bertiga ketika
mengetahui bahwa kerikil-kerikil itu ternyata adalah berlian!!.
Umar sudah mengantongi banyak berlian merasa menyesal,”Waduh! Kalau saja
aku tahu ini berlian, aku akan mengambilnya lebih banyak lagi. Kalau
perlu akan kubuka bajuku untuk mengantongi berlian-berlian itu
sebanyak-banyaknya.” Abu juga sangat menyesal karena hanya mengambil
segenggam. Sedangkan Abbas, tubuhnya langsung lemas ketika mengetahui
kedua temannya mendapat berlian. Ia sendiri tidak mendapat apa-apa.
“Ohh, kenapa tadi aku tidak mengambil barang sedikit saja” ia pun jatuh
pingsan dengan sejuta penyesalan.
Setelah Abbas siuman, ketiganya bersepakat untuk mendatangi gua itu
kembali. Dengan semangat, Abbas langsung mengosongkan isi tasnya,
diikuti oleh Umar dan Abu. Ketiganya berharap begitu mereka sampai di
gua kembali mereka akan mengambil berlian-berlian itu
sebanyak-banyaknya. Tapi, setelah mereka sampai di sana ternyata mulut
gua sudah tertutup dengan sebuah batu besar. Mereka berusaha untuk
membukanya tapi sia-sia. Mereka pun pulang dalam keadaan menyesal karena
tidak dapat memperoleh berlian yang lebih banyak lagi.
Bagitulah gambaran pengamalan manusia di dunia. Dan buah dari pengamalan
itu kelak akan diperoleh di akhirat. Berlian itu menggambarkan
amalan-amalan baik. Di hari pembalasan semua manusia akan menyesal demi
melihat pahala yang diberikan Alloh begitu banyak. Yang beramal banyak
akan menyesal kenapa ia tidak beramal lebih banyak lagi. Yang beramal
sedikit menyesal kenapa hanya beramal sedikit. Apalagi yang tidak
beramal, akan menjadi penyesalan yang tiada habisnya.
Gua menggambarkan dunia di mana belum bisa dibedakan antara orang yang
beramal banyak, sedikit maupun tidak beramal sama sekali sebab
balasannya belum kelihatan. Sedangkan gua yang tertutup menggambarkan
kematian. Jika kematian sudah tiba, penyesalan datang. Namun penyesalan
tinggal penyesalan, yang sudah mati tidak akan bisa kembali lagi ke
dunia.
Rosululloh SAW telah bersabda :
“Tidak ada dari seseorang yang telah mati kecuali dia akan menyesal.
Sahabat nabi bertanya: mengapa dia menyesal wahai Rosululloh? Nabi
Menjawab: Jika dia orang yang beramal baik, dia akan menyesal mengapa
tidak menambah amal kebaikannya (ketika di dunia), dan jika dia orang
yang beramal jelek, dia menyesal mengapa tidak mencabut (bertaubat) atas
amal jeleknya (ketika di dunia).”
SUMBER : HR TIRMIDZI DAN HR BAIHAQI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.kmentar yang mengarah ke tindakanspamakan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.