Ali bin Abi Thalib (salam baginya), selain dalam kehidupan
pribadinya, ia adalah orang yang zuhud (sederhana dalam hidup), beliau
memandang bahwa zuhud bagi penguasa merupakan sesuatu yang penting dan
wajib. Beliau berkata, “Allah menjadikanku sebagai imam dan pemimpin dan
aku melihat perlunya aku hidup seperti orang miskin dalam berpakaian,
makan, dan minum sehingga orang-orang miskin mengikuti kemiskinanku dan
orang-orang kaya tidak berbuat yang berlebihan.” (Biharul Anwar, jilid
40, hlm. 326)
Imam Ali bin Abi Thalib memakai pakaian yang keras, yang dibelinya
seharga lima dirham. Pakaian itu bertambal sehingga dikatakan, “Wahai
Imam Ali! Pakaian apa yang engkau kenakan?” Beliau berkata, “Pakaian
yang menjadi contoh bagi Mukminin menjadi penyebab khusyuknya hati dan
tawadhu’, menyampaikan manusia kepada tujuan, merupakan syiar orang
saleh, dan tidak menyebabkan kesombongan. Alangkah baiknya kalau
Muslimin mencontohnya.” (Biharul Anwar, jilid 4, hlm 323)
Dalam suratnya kepada Usman bin Hunaif, Imam Ali menyatakan: “Setiap
makmum memiliki imam yang diikutinya dan dimanfaatkan cahaya ilmunya.
Ketahuilah bahwa imam kalian qanaah ‘merasa cukup’ dengan dua pakaian
yang sudah tua dan makanan dengan dua keping roti. Namun, kalian tidak
mampu menerima hal seperti itu. Maka, bantulah aku dalam menjauhi dosa
dan jihad nafs serta menjaga iffah (kesucian diri) dan kebenaran. Demi
Tuhan! Dari dunia kalian, aku tidak menyimpan sedikit pun dan dari
ghanimah (harta rampasan perang), aku tidak menyimpan sesuatu apa pun.
Aku tidak membeli pakaian karena cukup dengan pakaian tuaku. Adakah aku
cukup puas dengan masyarakat yang memangilku Amirul Mukminin tetapi
tidak menyertai mereka dalam penderitaan dan kesulitan hidup serta tidak
menjadi contoh dalam menahan kesulitan-kesulitan? Aku tidaklah
diciptakan untuk disibukkan dengan makanan-makanan yang enak, seperti
binatang ternak yang kehidupannya hanyalah untuk makan rumput atau
binatang liar yang sibuk makan dan lupa dengan masa depannya.” (Nahjul
Balaghah, surat nomor 45)
Di bagian lain dari surat yang sama, beliau menyatakan: “Apabila
meghendaki, aku tahu bagaimana caranya membuat madu yang telah disaring,
biji gandum dan pakaian sutera. Namun, semoga hawa nafsu tidak
mengendaraiku dan kerakusan tidak menyeretku kepada berbagai jenis
makanan. Padahal, mungkin Badui Hijaz atau Yaman tidak mempunyai harapan
untuk mendapatkan makanan roti dan tiada pernah mengenyangkan perut
mereka sedangkan aku tidur dengan perut yang kenyang sementara di
sekelilingku, banyak perut yang lapar dan kerongkongan yang haus.”
(Nahjul Balaghah, surat 45)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.kmentar yang mengarah ke tindakanspamakan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.