Allah SWT berfirman :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan
perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang
diderita) oleh orang-orang sebelum mereka ? Orang-orang itu lebih kuat
dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa
yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul
mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak
berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim
kepada diri mereka sendiri." (Qs. Al-Rum 30:9)
Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :
"Akan
datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan
mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar
mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan
mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja.
Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak
tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Mesjid-mesjid
mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk.
Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan
bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan
menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa,
kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."
Maka
takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya,
"Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"
Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala."
Dalam
hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia
menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap
keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah
menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan
perutnya.
Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti
dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan
menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau
menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di
zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadat kepada Allah menghabiskan
malamnya dengan menunaikan sholat malam (tahajjud). Nanti, akan datang
suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan
perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi
kejaran mereka.
Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran
yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama
mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan
kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki
banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba
menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di
tengah-tengah masyarakat.
Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman
hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja.
Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai
belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran.
Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan
akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa
mesjid-mesjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong
dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati
karena pakaiannya saja.
Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang
tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan
karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali
dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadat kepada Allah kecuali
di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila
umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadat di bulan Ramadhan
saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak
ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada
rakyatnya pula."
Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang
melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul
Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya
saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk
makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah,
mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."
Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti
pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke
mesjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun
zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia.
Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan
dengan mereka."
Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis
di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia
mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan
dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga
mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman
pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadat sekali pun, demi
kepentingan dunia mereka.
Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika
menjelaskan ibadat haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis
tentang situasi ibadat haji di akhir zaman. Rasulullah saw bersabda :
"Nanti
di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadat haji dari
empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang
miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadat haji sebagai
sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk
kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis.
Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."
Jadi
keempat golongan di atas, menunaikan ibadat haji hanya demi kepentingan
dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana
disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan
di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia
jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt
mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih
mencintai-Nya.
Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk
mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa
kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak
bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt.
Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah,
bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh
pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan
bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali
dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.
Obat untuk
menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk
mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk
membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita
bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia.
Ujilah
kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk
mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan
umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan
kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah
memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia
ketimbang Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.kmentar yang mengarah ke tindakanspamakan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.