Aku (Al-Muzany) berkata, “Nasihatilah aku”.
Asy-Syafi’iy berpesan kepadaku, “Bertaqwalah kepada Allah,
parmisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua
matamu dan jangan lupa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah
kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah apa-apa yang Dia haramkan,
laksanakanlah segala yang Dia wajibkan, hendaknya engkau bersama Allah
di manapun engkau berada. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur,
pembicaraanmu sebagai Dzikir dan pandanganmu sebagai pelajaran.
Maafkanlah orang yang mendzolimimu, sambunglah orang yang memutus
silaturrahmi kepadamu, berbuat baiklah kepada siapa yang bebuat jelek
kepadamu, bersabarlah tehadap segala musibah, berlindunglah kepada
Allah dari api neraka dengan ketaqwaan.”
Aku (Al-Muzany) berkata “Tambahkanlah (nasihatmu) kepadaku.”
Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati
janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran
sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang
adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan
sebagai mata pencaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah
penglihatanmu, rasa harap adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai
jilbabmu, shadaqoh sebagai pelindungmu dan zakat sebagai bentengmu.
Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tidak tegesa-gesa
sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai
penjaramu dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran
sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur’an sebagai
pembicaramu dengan kejelasan, jadikanlah Allah sebagai penyejukmu.
Siapa yang sifatnya seperti ini maka syurga adalah tempat
tinggalnya.”
Kemudian Asy-Syafi’i mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersyair:
Kepada-Mu -wahai Ilâh segenap makhluq, wahai pemilik anugerah dan kebaikan-,
kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa.
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku,
kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku
Kurasa dosaku teramatlah besar, namun tatkala dosa-dosa itu
kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar
Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus-menerus
Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan.
Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh iblis
bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu, Adam.
Kalaulah Engkau memaafkan aku, maka Engkau telah memaafkan
seorang yang congkak, zholim lagi sewenang-wenang, yang masih terus berbuat dosa.
Andai kata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa,
walaupun diriku telah Engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku.
Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.kmentar yang mengarah ke tindakanspamakan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.