Senin, 20 Mei 2013

Memaknai Rezeki

Oleh M Husnaini
Sekiranya ada kata yang begitu akrab di telinga semua orang, itulah rezeki. Tidak ada orang yang tidak mengharapkan rezeki. Bahkan, muara dari hampir setiap usaha manusia adalah mencari rezeki. Pendidikan, kedudukan, dan pekerjaan kerap dimaknai sebagai wasilah menuju rezeki. Sayang, makna rezeki pada sebagian orang telah mengalami penyempitan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rezeki adalah segala sesuatu pemberian Tuhan yang dipakai untuk memelihara kehidupan. Dengan demikian, rezeki bukan melulu makanan dan uang. Masih banyak rezeki yang kita terima bukan berwujud materi atau benda. Bahkan, menurut Rasulullah, “dua nikmat (rezeki) yang sering dilupakan kebanyakan orang adalah kesehatan dan kesempatan” (HR Bukhari).

Dalam hidup ini, ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah kepada manusia: rizqi kasbi (bersifat usaha) dan rizqi wahbi (hadiah). Rizqi kasbi diperoleh lewat jalur usaha dan kerja. Terutama jika menyangkut kekayaan dunia, rezeki jenis ini tidak mensyaratkan kualitas keimanan penerimanya. Tidak jarang kita jumpai orang yang ingkar kepada Allah tetapi hidupnya sukses.

Selain sebagai hasil kerja, karena rizqi kasbi memang berasal dari sifat rahman atau pemberian Allah. Rumusnya, siapa mau berusaha, dia akan dapat. Karena itu, rezeki berupa kekayaan dunia tidak selalu mencerminkan cinta Allah kepada pemiliknya. Juga karena kekayaan harta memang tidak bernilai di hadapan Allah. “Sekiranya bobot kenikmatan dunia di sisi Allah seberat sayap nyamuk, maka Dia tidak akan memberi minum kepada orang kafir meski hanya seteguk air” (HR Tirmidzi).

Lain dari itu adalah rizqi wahbi. Rezeki ini datangnya di luar prediksi pikiran manusia. Kadang malah tidak memerlukan jerih payah. Pegawai rendahan bisa saja memiliki harta melimpah. Kiai desa yang miskin papa mendadak mendapatkan biaya haji dari pemerintah. Itulah rizqi wahbi. Perolehannya lebih karena sifat rahim atau kasih sayang Allah.

Itulah kenapa yang paling berpeluang mendapatkan rizqi wahbi adalah hamba yang bertakwa. Kesuksesan orang bertakwa itu lebih ditentukan oleh kualitas keimanannya daripada profesinya. “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan memberinya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (QS At-Thalaq: 2-3).

Seolah mengonfirmasi ayat di atas, Rasulullah bahkan menyatakan, istighfar secara rutin dapat mengundang rezeki dari arah yang tidak kita duga. “Barangsiapa melanggengkan istighfar, Allah akan melapangkan kegalauannya, memberikan solusi atas kerumitannya, dan memberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka sebelumnya” (HR Ibnu Majah).

Tetapi, sekali lagi, rezeki bukan melulu harta. Hidup dijauhkan dari kemaksiatan adalah rezeki. Juga gairah untuk beribadah. Kemudahan menyerap ilmu jelas rezeki. Kesempatan beraktualisasi diri juga rezeki. Dan termasuk rezeki adalah ketika kita dihidupkan dalam lingkungan yang baik. Apalagi memiliki keluarga sakinah. Banyak orang stress akibat ditimpa problem keluarga. Seperti diingatkan Allah, “Wahai orang-orang beriman, sungguh di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka” (QS At-Taghabun: 14).

Ayat di atas jelas menegaskan bahwa istri dan anak potensial membuat hidup manusia merana. Harta yang melimpah tidak mampu menghapus duka ketika badai rumah tangga melanda. Begitu juga ketika penyakit mendera. Hidup kehilangan gairah. Berpenampilan serba mewah tetapi hati selalu berselimut duka.  

Mari meluruskan cara pandang. Alangkah meruah rezeki yang telah kita terima. Limpahan rezeki materi itu memang wajib disyukuri. Tetapi sungguh naif ketika bermacam rezeki nonmateri justru kita ingkari. Hanya kepada Allah, senantiasa kita langitkan doa agar diberikan limpahan rezeki berupa harta yang halal, pasangan yang baik, anak-anak yang berbakti, rumah atau lingkungan yang nyaman, dan kehidupan yang bertabur berkah.
 

" Nasehat Orang Tua Untuk Anaknya " Bismillahirrahmaanirrahiim

Sahabat ..
Lukmanul Hakim kisah hidupnya diabadikan dalam Al-Qur’an karena kehidupannya penuh hikmah.
Sebagai orang tua menasehati anaknya tentang aktifitas hidup di dunia ini yang akan jadi bekal bahagia dunia dan akherat.

Ananda... jiwailah nasehat sayang berikut ini,niscaya Ananda akan selalu mendapatkan kasih sayang-Nya:

Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya (Tsaran) dan ia menasehatinya:"Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala,sesungguhnya mempersekutukan ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala adalah benar-benar kezaliman yang besar,"(Qs Lukman (31):13)

Hai anaku,sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau berada di dalam bumi, niscaya ALLAH akan mendatangkannya (membawanya) sesungguhnya ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala maha halus lagi maha mengetahui."(Qs Lukman (31):16)

Hai anaku,dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) me-ngerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan ALLAH."(Qs Lukman : 17)

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri( Qs Lukman : 18)

Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai.(Qs Lukman:19)
Ada lagi nasehat sayangnya…

Wahai Anakku yang kusayangi,..Ketahuilah sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam di dalamnya.Bila engkau ingin selamat,layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama taqwa,isinya iman dan layarnya adalah tawakkal kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala.

Wahai anakku yang kusayangi .. Sesungguhnya orang-orang yang selalu menyediakan dirinya untuk menerima nasihat,maka dirinya akan mendapat perjuangan dari ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala.Orang yang insyaf dan sadar telah menerima kemuliaaan dari ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala..

Wahai anakku yang kusayangi ...Orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadah dan taat kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala,maka dia bertawadhu' kepada-Nya.Dia akan lebih taat kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala dan selalu berusaha menghindari maksiat.

Wahai anakku yang kusayangi... Seandainya orang tuamu marah kepadamu(karena kesalahanmu) maka marahnya orang tuamu itu adalah bagaikan pupuk bagi tanaman.

Wahai anakku yang kusayangi ..selalu berharap kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala tentang segala sesuatu yang menyebabkan dirimu tidak durhaka kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala.Takutlah kepadaNya dengan sebenar takut,tentulah engkau akan terlepas sifat putus asa dari rahmat ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala..

Wahai anakku yang kusayangi...Seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercaya orang dan seseorang yang telah bejat akhlaknya akan senantiasa melamunkan hal-hal yang tidak benar,ketahuilah memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah dari mengembalikan nama baik atau kehormatan.

Wahai anaku,janganlah mencampuri urusan duniamu terlalu dalam yang membuat rusak urusan akhiratmu dan janganlah meninggalkan dunia sama sekali sehingga engkau menjadi beban orang lain.

Wahai anakku apabila terdapat pada diri seseorang 5 hal: agama,harta,sifat malu,baik budi dan dermawan,maka ia seorang yang bersih lagi takwa menjadi kekasih ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala dan lepas dari gangguan syaithan.

Wahai anaku,aku menasehati engkau dengan sifat-sifat yang apabila engkau berpegang teguh dengannya niscaya engkau selalu menjadi orang terhormat,yaitu bentangkanlah sifat bijakmu kepada orang yang dekat maupun yang jauh darimu.

Wahai anakku... janganlah engkau perlihatkan kebodohanmu kepada orang yang jujur maupun terhadap orang yang culas khianat.Bersilaturahmilah terhadap kaum kerabatmu.Pelihara dan jagalah teman-temanmu.

Janganlah sampai menerima orang yang berusaha berbuat jahat,yang menginginkan kerusakanmu dan bermaksud menipumu.

Anakku sayang... dan jadikanlah teman-temanmu tergolong orang-orang yang apabila engkau berpisah dengan mereka dan berpisah denganmu engkau tidak menggemukan cacat mereka dan mereka tidak pula mengungkapkan cacatmu.

Wahai anakku ! Tidaklah dinamakan kebaikan sekalipun kamu sibuk mencari dan mengumpul ilmu pengetahuan tetapi tidak pernah mengamalkannya.Perbuatan ini tak ubah seperti seorang pencari kayu api yang sentiasa menambah timbunan kayunya sedangkan ia tidak mampu untuk mengangkatnya.

Wahai anakku... Berhati-hatilah terhadap tutur tata dan bicaramu,peliharalah budi bahasamu dan sentiasalah bermanis muka niscaya kamu akan disenangi dan disukai oleh orang yang berada di sekelilingmu.Perumpamaannya seolah mereka telah mendapat barang yang amat berharga darimu.

Wahai anakku ... Jika kamu mahu mencari sahabat sejati maka kamu ujilah ia terlebih dahulu dengan berpura-pura membuatkan ia marah terhadapmu.Sekiranya dalam kemarahan itu ia masih mahu menasihati,menyedarkan dan menginsafkan kamu,maka dialah sahabat yang dicari.Jika berlaku sebaliknya maka berwaspadalah kamu terhadapnya.

Wahai anakku ! Bila kamu mempunyai teman yang karib maka jadikanlah dirimu sebagai seorang yang tidak mengharapkan sesuatu apapun darinya sebaliknya biarkanlah temanmu itu saja yang mengharapkan sesuatu darimu.

Wahai anakku ! Jagalah dirimu selalu supaya tidak terlalu condong kepada dunia dan segala kesenangan dan kemewahannya kerana ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala tidak menciptakan kamu hanya untuk kehidupan di dunia sahaja. Ketahuilah tidak ada makhluk yang lebih hina selain dari mereka yang telah diperdayakan oleh dunia.

Wahai anakku sayang...janganlah kamu ketawa jika tiada sesuatu yang menggelikan,janganlah kamu berjalan jika tiada arah tujuan,janganlah kamu bertanya tentang sesuatu yang tidak memberi apa-apa faedah pun kepadamu dan janganlah kamu mensia-siakan hartamu pada jalan maksiat.

Wahai anakku sayang..Siapa yang bersifat penyayang sudah tentu dia akan disayang, siapa yang bersifat pendiam sudah tentu dia akan selamat dari mengeluarkan perkataan yang sia-sia.Ketahuilah siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari mengeluarkan ucapan kotor,sudah tentu ia akan menyesal kelak.

Wahai anakku ... Bergaul dan berkawanlah dengan orang-orang yang soleh dan berilmu.Bukalah pintu hatimu dan dengarlah segala nasihat dan tunjuk ajar darinya. Sesungguhnya nasihat dari mereka bagaikan mutiara hikmah yang bercahaya yang dapat menyuburkan hatimu seperti tanah kering lalu disirami air hujan.

Wahai anakku... Carilah harta di dunia ini sekadar keperluanmu sahaja dan nafkahkanlah hartamu yang selebihnya pada jalan ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala sebagai bekalan di akhirat.Janganlah kamu membuat dunia ini kelak dirimu akan menjadi pengemis dan membebankan pula orang lain tetapi jangan pula kamu terlalu mengejar dunia sehingga terlupa bahawa kamu akan mati.Ketahuilah, apa yang kamu makan dan pakai itu semuanya dari tanah belaka.

Anakku,kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu.Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya.

Anakku,aku sudah pernah memikul batu-batu besar,aku juga sudah mengangkat besi-besi berat.Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya.

Anakku,aku sudah merasakan semua benda yang pahit.Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan.

Anakku,sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi.Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala,jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain,maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis,jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan,jagalah perangaimu.
5. Ingatlah ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu.
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.

Mudah-mudahan bermanfaat...

Rabu, 15 Mei 2013

Tiga Hari Bersama Calon Penghuni Surga

 Tiga Hari Bersama Calon Penghuni Surga
Oleh Afriza Hanifa


“Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Ucapan Rasulullah ini serta-merta membuat riuh para sahabat yang tengah berada di masjid. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan sang penghuni surga itu. Apakah dia salah satu sahabat yang paling rajin shalatnya atau yang paling rajin puasanya? Atau, yang paling banyak sedekahnya atau mungkin yang tak pernah absen dalam jihad?

Tak lama, para sahabat pun melihat seorang laki-laki Anshar dengan wajah basah. Air wudhu menetes dari janggutnya. Tangannya menjinjing sepasang sandal jepit. Tak ada yang spesial secara fisik. Para sahabat pun bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga.

Tentu saja itu derajat tinggi yang sangat diinginkan setiap Muslim, apalagi para sahabat Rasul. Mereka semua menginginkan jaminan surga.

Keesokan hari belum terjawab rasa penasaran para sahabat, Rasulullah kembali mengucapkan hal sama. “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Mereka pun kembali riuh bertanya-tanya, siapa lagi yang dipastikan merasakan nikmat Allah yang kekal.

Namun, justru laki-laki dengan wajah basah wudhu dan membawa sandal itu lagi yang muncul. Para sahabat semakin bertanya-tanya, namun tak ada satu pun yang berani bertanya pada Rasulullah.


                                                          ****


Hingga ketiga kalinya, Rasulullah mengucapkan hal yang sama. Namun, tetap saja yang muncul laki-laki tadi. Para sahabat pun yakin laki-laki itulah calon penghuni surga. Tapi, tak satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik rahmat Allah memasukkan laki-laki itu dalam golongan yang selamat pada hari akhir.

Namun, mereka tetap merasa tak enak hati jika menanyakannya hal itu kepada Rasulullah. Tinggallah para sahabat terus dirundung keingintahuan. Salah satu sahabat yang amat penasaran, yakni Abdullah bin Amr bin Ash, memilih inisiatif untuk mencari tahu sendiri.

Hari ketiga setelah Rasulullah mengucapkan hal yang sama, Abdullah bin Amr bin Ash bermaksud mengikuti si laki-laki penghuni surga. Ia pun membuntutinya hingga tiba di rumah laki-laki itu. Abdullah berpikir bagaimana cara agar ia dapat mengetahui amalan apa yang mengantarkan pria itu meraih keistimewaan sebagai penghuni surga. Ia pun kemudian menyapa pria tersebut dan bermaksud meminta izin untuk menginap di rumahnya.

Abdullah bermaksud tinggal di sana agar dapat mengetahui amalan si penghuni surga.

“Aku telah bertengkar dengan ayahku, kemudian aku bersumpah untuk tidak mendatanginya selama tiga hari. Jika boleh, aku ingin tinggal bersamamu selama tiga hari,” ujar Abdullah kepada laki-laki itu. Si penghuni surga tersebut dengan senang hati menyambut Abdullah. “Tentu, silakan,” ujarnya gembira. Maka, tinggallah Ibnu Amr di rumah calon penghuni surga itu selama tiga hari.



                                                             ****

Selama tinggal di sana, Abdullah mengamati setiap ibadah dan amalan yang dilakukan si calon penghuni surga. Hari pertama, Abdullah tak menemukan adanya amalan spesial dari laki-laki itu. Hari kedua, ibadahnya masih sama, tak ada yang istimewa. Hingga hari terakhir, Abdullah tak juga menemukan ibadah yang luar biasa dari si laki-laki yang berhasil meraih keutamaan surga tersebut.

Abdullah hanya melihat ibadah si laki-laki yang biasa,  hanya menjalankan ibadah wajib saja. Di sepertiga malam, pria itu tak pernah bangun shalat Tahajud. Meski Abdullah bin Amr selalu mendengar laki-laki itu berzikir dan bertakbir acap kali terjaga dari tidur, pria itu baru bangun saat waktu shalat subuh tiba. Luput dari shalat malam, pria penghuni surga itu pun tak menjalankan puasa sunnah. Namun, Abdullah juga tak pernah mendengar pria itu berbicara, kecuali ucapan yang baik.

Tiga hari terlewat tanpa menemukan jawaban apa pun. Bahkan, hampir saja Abdullah  meremehkan amalan di penghuni surga jika tak mendapat jawaban sebelum pamit. Ketika izin pulang setelah menginap tiga hari, Abdullah mengakui maksudnya untuk mencari keutamaan amalan si laki-laki itu hingga beruntung menjadi salah satu penghuni surga Allah yang dipenuhi segala kenikmatan.


                                                            ****

Kepada pria itu Abdullah berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanyanya.

Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah ibn Amr. Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya.

Ia berkata kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Mendengarnya perkataan tersebut, takjublah Abdullah bin Amr bin Ash. Ia yakin sifat tak pernah iri, dengki, dan hasad membuat pria itu masuk surga. Ia pun malu karena banyak dari Muslimin yang tak memperhatikan akhlak tersebut.

Tak hanya ibadah semata yang mengantarkan manusia merasakan surga Allah, tetapi juga amalan kebaikan, termasuk sifat dan akhlakul karimah. “Kemungkinan amalan inilah yang membuatmu mendapatkan derajat yang tinggi. Ini adalah amalan yang sangat sulit untuk dilakukan,” ujar Abdullah girang mendapat jawaban sekaligus pelajaran berharga.

                                                       ****

Tak sia-sia Abdullah menginap tiga hari bersama sang calon penghuni surga. Karena, ia mendapatkan pelajaran yang amat patut dicontoh dirinya maupun Muslimin secara umum.

Berdasarkan kisah tersebut, banyak pelajaran yang dapat dipetik Muslimin. Sifat hasad, baik iri dan dengki, sangat dilarang dalam Islam. Bahkan, dari kisah ini tampak seorang yang tak pernah memiliki sifat itu merupakan penghuni surga Allah. Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian saling iri dan dengki.” (HR Muslim).